Puncak dzikir adalah ketika kita telah mampu menanggalkan atribut-atribut artificial yang kita sandang. Yakni kita benar-benar telah bebas dari keinginan-keinginan pribadi. Semua tindakan kita didasarkan pada prinsip lillahi ta’ala (hanya karena Allah ). Pada stadium inilah keikhlasan dan ihsan itu berada. Pada saat itu kita akan menemukan kesadaran akan nilai-nilai ilahiyah dan kemanusiaannya. Seperti memiliki kelembutan hati, kehalusan budi pekerti (akhlak), keadilan, keberanian, kasih sayang, kejujuran, amanah, kedermawanan, keikhlasan, dan keta’atan untuk mencapai ridho Allah SWT. Kemudian hidup ini akan senantiasa sibuk memperbaiki diri dan dibarengi dengan amal shaleh. Itulah derajat taqwa yang ingin kita raih bersama.
Sebagai seorang muslim, kita selalu dituntut untuk berdzikir atau untuk selalu mengingat Allah SWT dalam kondisi apapun. Baik dalam keadaan berdiri maupun duduk maupun berbaring, baik dalam keadaan senang maupun susah. Karena dengan mengingat Allah SWT hati kita akan menjadi tenang. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT yang berbunyi: Yang artinya: (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah SWT. Ingatlah! Hanya dengan mengingat Allah –lah hati menjadi tentram. (QS. Ar-Ra’d: 28) Dalam ayat ini seakan-akan Allah SWT mengatakan kepada kita: ketahuilah! Hanya dengan berdzikir kepada Allah , maka pasti hatimu akan tenang. Karena yang mengatakan ini adalah Allah SWT, berarti ini aksioma langit (ketentuan mutlak) yang tidak dapat ditawarkan lagi.
Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda: Artinya: perumpamaan orang yang berdzikir dengan orang yang tidak berdzikir adalah seperti orang yang hidup dan orang yang mati. (HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Musa Al-Asy’ari). Demikian pentingnya kita untuk selalu mengingat Allah SWT, sampai-sampai Allah SWT mengumpamakan orang yang tidak berdzikir seperti orang mati. Na’udzubillahi min dzalika. Dzikir bukan hanya sebuah tutur kata diatas mimbar, bukan juga sekedar komat kamit sebagai gerak mulut saja, bukan sekedar duduk di masjid ataupun duduk di tengah malam sambil melafazkan kalimat-kalimat tertentu dengan menggunakan butiran-butiran tasbih. Namun lebih dari itu, dzikir merupakan pengalaman ruhani yang dapat dinikmati oleh pelakunya. Inilah yang dimaksudkan oleh Allah SWT sebagai penentram hati.
Pada hakekatnya dzikir dapat dijadikan empat macam :
Pertama: Dzikir Qolbiyah, dzikir ini adalah merasakan kehadiran Allah, dalam melakukan apa saja ia meyakini akan kehadiran Allah SWT bersamanya sehingga hatinya selalu tenang tanpa ada rasa takut sedikit pun. Allah SWT maha melihat, maha mendengar, lagi maha mengetahui. Tidak ada yang tersembunyi dari pengetahuan-Nya, seberat atom pun yang di langit maupun di bumi. (QS. Saba’: 3). Dzikir qalbiyah ini lazim disebut ihsan. Rasulullah SAW bersabda tentang arti ihsan, yaitu: Artinya: (Ihsan adalah) engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya. Sekalipun engkau tidak melihat-Nya tapi sesungguhnya Dia melihatmu. (Hadits Muttafaqun ‘alaih). Dengan dzikir qalbiyah kita memfungsikan mata hati kita dan menyadari bahwa Allah SWT selalu melihat dan mengawasi kita. Jika kita sudah mencapai pada kesadaran ini, maka akan menimbulkan dampak yang besar.
Pertama: hati akan selalu bersih , kedua: apapun yang kita kerjakakan akan menjadi ibadah dan ketiga: kita akan memperoleh nilai dalam hidup ini, yakni keridhoan Allah SWT, karena apapun yang kita kerjakan kalau bukan karena Allah SWT, maka mestilah sia-sia atau bahkan bisa disebut rugi.
Dzikir yang kedua: Dzikir Aqliyah, adalah kemampuan menangkap bahasa Allah SWT dibalik setiap gerak alam semesta ini. Menyadari bahwa semua gerakan alam, Allah lah yang menjadi sumber gerak dan yang menggerakkannya. Alam semesta ini adalah sekolah dan tempat belajar kita. Segala ciptaan-Nya dengan segala proses kejadiannya, adalah proses pembelajaran kita. Segala ciptaan-Nya yang berupa batu, sungai, gunung, udara, pohon, manusia, hewan dan sebagainya merupakan pena Allah SWT yang mengandung qalam-Nya (sunnatullah) yang wajib kita baca. Kalau kita jeli memahami Al-Quran, sesungguhnya kita hidup di bumi nan luas ini, yang pertama kali di perintahkan adalah membaca (Iqra). Yang wajib kita baca ada dua wujud, yakni alam semesta (ayat kauniyah) termasuk di dalamnya diri kita (manusia) dan Al-Quran (ayat Qauliyah). Dengan kesadaran dan cara berfikir ini, maka setiap kita melihat suatu benda (ciptaan-Nya) pada saat yang sama kita akan melihat keagungan, kebesaran dankekuasaa Allah SWT, inilah yang merupakan puncak dan hasil dari dzikir aqliyah.
Dzikir yang ketiga: Dzikir lisan, ini adalah buah dari dzikir hati dan akal. Setelah melakukan dzikir hati dan akal, barulah lisan berfungsi untuk senantiasa berdzikir, selanjutnya lisan berdo’a dan berkata-kata dengan benar, jujur, baik dan bermanfaat. Orang yang merasa hatinya hadir di hadapan Allah SWT dan sadar bahwa dirinya selalu berada dalam pengawasan-Nya disebut muraqabah. Dengan muraqabah akan mendorong seorang muslim untuk melakukan muhasabah atau evaluasi diri. Dengan melakukan muraqabah dan muhasabah, kita akan menemukan hikmah. Inilah yang merupakan tujuan akhir dari dzikir lisan, yaitu menemukan hikmah dibalik semua ciptaan Allah SWT setelah merasakan kehadiran-Nya dan befikir tentang semua ciptaan-Nya. Kalau kita tidak melakukan dzikir lisan, maka hati dan pikiran kita akan tumpul dan mudah di bisiki oleh bisikan-bisikan syetan yang akan merenggut ketenangan hati. Ma’ayiral muslimin, sidang shalat jum’at yang berbahagia!
Dzikir yang keempat: Dzikir amaliyah, sebenarnya cita-cita kita semua adalah dzikir amaliyah, dan ini sebenarnya goal atau tujuan yang kita inginkan dari dzikir. Setelah hati kita berzikir, akal kita berzikir, lisan kita berdzikir, maka akan lahirlah jiwa-jiwa serta pribadi-pribadi yang suci, pribadi-pribadi yang berakhlaq mulia, baik secara lahir maupun bathin. Dari pribadi-pribadi tersebut akan lahirlah amal-amal shaleh yang diridhoi oleh Allah SWT, sehingga terbentuk sebuah masyarakat yang takut serta bertaqwa kepada Allah SWT. Kalau sudah demikian maka akan dibukakan oleh Allah SWT pintu-pintu berkah dari langit maupun dari bumi. Sebagaimana firman Allah SWT: Artinya: Jikalau sekiranya penduduk di negeri-negeri itu beriman dan bertaqwa, pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat dan hukum-hukum kami) itu, maka kami siksa (adzab) mereka disebabkan perbuatannya. (QS. Al-A’raaf: 96) Demikianlah janji Allah kepada kaum yang beriman dan bertaqwa kepada-Nya.
Dengan meningkatkan dzikir kita kepada Allah SWT, insya Allah akan dapat kita raih predikat taqwa yang pada akhirnya akan melahirkan pribadi-pribadi yang bertaqwa kepada Allah SWT. Puncak dzikir adalah ketika kita telah mampu menanggalkan atribut-atribut artificial yang kita sandang. Yakni kita benar-benar telah bebas dari keinginan-keinginan pribadi. Semua tindakan kita didasarkan pada prinsip lillahi taâala (hanya karena Allah ). Pada stadium inilah keikhlasan dan ihsan itu berada. Pada saat itu kita akan menemukan kesadaran akan nilai-nilai ilahiyah dan kemanusiaannya. Seperti memiliki kelembutan hati, kehalusan budi pekerti (akhlak), keadilan, keberanian, kasih sayang, kejujuran, amanah, kedermawanan, keikhlasan, dan ketaâatan untuk mencapai ridho Allah SWT. Kemudian hidup ini akan senantiasa sibuk memperbaiki diri dan dibarengi dengan amal shaleh. Itulah derajat taqwa yang ingin kita raih bersama. Wallahu a'lam bissowab