Kunci pengenalan kepada Allah adalah mengenal diri sendiri. Mengenal diri sendiri itu penting. Sebab, tidak ada sesuatu yang lebih dekat dengan diri kita selain kita sendiri. Di sini yang menjadi pertanyaan apakah benar kita sudah mengenal diri kita sendiri?
Al-‘aarif billah adalah orang yang sudah mencapai tingkatan mengenal Allah. Orang seperti ini mengabdi kepada Allah bukan karena takut neraka maupun mempunyai pamrih terhadap surga. Tapi apa yang ia lakukan semata-mata karena kecintaan kepada Allah dan ia ingin memandangNya kelak di hari kiamat.
Kunci pengenalan kepada Allah adalah mengenal diri sendiri. Mengenal diri sendiri itu penting. Sebab tidak ada sesuatu yang lebih dekat dengan diri kita selain kita sendiri. Di sini yang menjadi pertanyaan apakah benar kita sudah mengenal diri kita sendiri?
Kalau seseorang mengatakan, “Aku telah mengenal diriku.” Maka, sebenarnya ia hanyalah mengenal fisiknya seperti; badan, tangan, kaki dan kepala. Orang tersebut tidaklah mengenal apa yang ada dalam batinnya, yaitu sesuatu yang menyebabkan dirinya tahu segala hal yang ada di balik seluruh keinginannya.
Kebanyakan manusia, biasanya bila sedang marah akan mencari musuh. Bila bernafsu ia akan memperturutkan syahwatnya. Bila merasa lapar, dia ingin makan. Dan bila haus ia akan mencari minum. Dalam kondisi seperti itu antara manusia dan binatang adalah sama. Tidak ada bedanya satu sama.Semua memiliki kecenderungan seperti itu.
Di dalam diri manusia terkumpul berbagai macam karakter, mulai yang halus hingga kasar, yang cenderung bersifat kebinatangan hingga malaikat.
Ruh adalah faktor mendasar bagi manusia. Selain ruh semuanya adalah asing dan sekedar pinjaman, yang selesai apabila kebutuhan makan, minum, tidur dan bersenggama terpenuhi. Manusia yang menjiwai sifat ini maka seluruh aktifitasnya hanya dipusatkan pada urusan perut dan kelamin. Manusia yang demikian ini tidak akan peduli apakah dalam memenuhi kebutuhannya merugikan orang lain atau tidak.
Kebahagiaan malaikat terletak pada musyahadah (persaksian) kepada keindahan hadirat ketuhanan. Tak ada jalan bagi angkara murka dan hawa nafsu untuk mencapai mereka. Kalau engkau termasuk unsur malaikat, maka bersungguh-sungguhlah dalam mengenali asalmu. Sehingga engkau mengenal jalan menuju ke hadirat ketuhanan, mencapai tingkat musyahadah terhadap keindahan, melepaskan dirimu dari belenggu nafsu dan angkara murka.
Karakter-karakter itu diciptakan Allah bukan untuk menjadikanmu sebagai tawanannya. Tapi, Allah menciptakannya untuk menjadikan kita mampu mengendalikan perjalanan yang ada di depan kita. Salah satunya kita bisa menjadikan kendaraan, yang lain sebagai senjata, sehingga kita dapat memburu kebahagiaan yang ingin kita peroleh. Jika engkau telah sampai tujuanmu, kau dapat mempertahankannya, maka pergilah ke tempat kebahagiaanmu itu. Tempat itu adalah kediaaman khusus orang-orang yang mencapai hadirat ketuhanan. Sedangkan tempat menetap orang-orang awam adalah tingkat-tingkat surga.
Jika engkau ingin mengenal dirimu, maka ketahuilah bahwa diri manusia terdiri atas dua hal : pertama hati, kedua apa yang dinamakan jiwa atau ruh. Hati dalam bahasa Arab qalb, yang dimaksud adalah pengertian maknawi, seperti kalimat fii quluubihim maradh, (dalam hati mereka ada penyakit). Secara bahasa, qalb berarti mudah berbolak balik. Dalam sebuah hadis dikisahkan Nabi SAW. bersabda, “Dalam diri manusia, terdapat sebuah bagian, jika bagian itu baik, maka baiklah manusia itu. Jika bagian itu tidak baik, maka buruklah orang itu. Bagian terpenting itu adalah qalb (hati).”
Ini berarti hati merupakan bagian terpenting dari diri manusia yang mudah berbolak-balik karena terpengaruh dengan lingkungan sekitarnya. Jiwa adalah hati yang engkau kenal dengan mata hati dan merupakan hakikat yang dalam. Sementara jasad, menurut Imam Al-Ghazali adalah permulaan dan dia lah yang terakhir, sedang jiwa adalah akhir dan dialah yang pertama dan disebut hati (jantung). Tapi hati ini bukan sepotong daging yang ada di rongga dada sebelah kirimu. Kalau hanya itu, binatang dan mayat pun memilikinya.
Segala yang engkau lihat dengan mata lahir termasuk alam ini, disebut alam syahadah (dunia yang bisa dilihat). Sedang hakekat hati bukanlah dari alam syahadah ini, tetapi bagian dari alam ghaib. Di alam ini hati adalah asing. Dan ‘potongan daging’ itu adalah kendaraannya. Sedang semua anggota badan merupakan bala tentara atau prajuritnya.
Nyawa (ruh) hewani apapun juga, mengikuti dan mengiringinya. Dan, mengetahui hakikatnya serta mengenal sifat-sifatnya merupakan kunci bagi pengenalan kepada Allah SWT. Oleh karenanya manusia harus melakukan mujahadah (berjuang) sehingga dapat mengenalinya. Sebab ia merupakan unsur mulia dari anasir malaikat dan sumber asalnya adalah hadirat ketuhanan. Dari tempat itu dia datang dan ke tempat itulah dia kembali. Allah SWT. berfirman “ Mereka bertanya kepadamu tentang ruh, katakanlah ruh itu adalah urusan Tuhanku.” (QS. Al Isra : 85). Sebab ruh merupakan bagian keseluruhan kekuasaan Ilahi dan termasuk ‘aalamul amri’ (kawasan wewenang Allah), sebagaimana dalam firmannya yang lain, “ingatlah penciptaan dan wewenang hak Allah.” (QS. Al A’raaf : 54).
Jadi Manusia itu di satu sisi termasuk alam penciptaan (aalamul khalaqi), dan di sisi lain alam wewenang (‘aalamul amri). Segala sesuatu yang menerima pensifatan, jarak dan ukuran adalah termasuk alam penciptaan. Sedang untuk hati tidak ada jarak dan ukuran. Karena itu ia tidak menerima pembagian (tidak bisa dibagi). Jika bisa dibagi, niscaya ia termasuk dalam alam penciptaan dan bisa dikatakan bodoh dari segala ketidaktahuan dan pandai dari pengetahuan. Dalam pengertian lain, hati adalah termasuk alam wewenang, karena alam wewenang merupakan sesuatu yang tidak menerima ukuran jarak.
Sementara orang beranggapan bahwa ruh itu adalah sesuatu yang qadim (dahulu). Golongan lain berpendapat bahwa ruh itu merupakan gejala (‘aradh). Ad-Dahlawy dalam kitabnya Al-Hujjah, mengatakan, “Ketahuilah bahwa ruh yang kali pertama dapat diketahui adalah bahwa dia itu merupakan asal kehidupan binatang. Bahwa binatang itu hidup dengan adanya hembusan ruh ke dalam dirinya dan mati bila ruh meninggalkannya. Kemudian dalam pengamatan yang lebih cermat akan tampaklah semacam uap lembut yang muncul dalam hati, terdiri dari sari campuran yang membawa kekuatan perasa, penggerak dan pengatur. Kekuatan yang sensitif ini berbeda-beda sesuai dengan perbedaan tipis dan tebalnya “uap” tersebut serta bening keruhnya. Perumpamaan “uap” ini pada tubuh, seperti sari mawar pada air mawar atau seperti bara api dalam arang.” Ruh adalah asal manusia, sedang raga manusia mengikutinya, bagaimana ia dikatakan sebagai gejala? Dan, ruh bukan pula jisim (benda fisik). Sebab jisim dapat dibagi. Ruh yang menjadi hati dan menjadi tempat ma’rifatullah, bukanlah jisim dan bukan pula gejala. Tetapi, termasuk jenis malaikat . Mengenal ruh sungguh sangat sulit. Ruh adalah energi suci yang berhubungan dengan zat kimiawi semacam “uap” tadi. Ad-Dahlawy akhirnya menyebut nasamah (nafas nyawa). Beliau berkata, “Nasamah menumpang pada badan,….dengan nurani yang bersih, bahwa mati adalah lepasnya nasamah dari jasad untuk menghentikan nasamah itu. Setelah manusia mati, nasamah mempunyai kebangkitan lain yang materinya bersumber pada kehidupan barzakh (kebangkitan setelah mati). Dan, nasamah ini “berpakaian” nurani atau kepekatan, tergantung pada amal perbuatan manusia dalam hidupnya.”