Wali Allah atau orang-orang yang dicintai Allah adalah mereka yang dekat dengan Allah. Kedekatannya mampu menyerap sifat-sifat-Nya. Sebagaimana api mampu membakar dan panas. Maka dengan mendekat menjadi panas. Sebaliknya, dekat dengan es, maka Andapun akan membeku bagai salju.
Kedua, wali Allah memiliki keistimewaan dimana dia berada selalu membawa keberkahan di sekelilingnya. Sebab makin dekat dengan Allah, makin besar cinta pada-Nya, dasn makin luas medan berkahnya. Rasulullah saw adalah makhluk yang paling dicintai Allah. Karenanya, kehadirannya membawa berkah bagi seluruh Alam. Maka mencari ‘tabarruk’ (mencari berkah) adalah pada beliau dan orang-orang yang meniru akhlaqnya. Kepada Wali Allah silahkan mencari berkah padanya. (Renungan-renungan Sufstik, Jalaluddin Rakhmat).
Sifat-sifat Waliullah
Dalam al quran banyak menggambarkan sifat-sifat waliullah:
1. Dermawan. Sifat suka menginfakkan apa saja yang paling disukainya – baik kondisi lapang maupun sempit– kepada kerabat dekat, anak yatim, orang miskin, orang di perjalanan, orang yang memohon pertolongan, dan para tawanan (QS. 2:3; 3,177; 3:17; 51:19)
2. Mempu mengendalikan diri ketika marah, mudah memaafkan orang lain yang berbuat salah padanya, dan suka meminta maaf bial ia berbuat salah kepada orang lain. (QS. 3:134)
3. Melazimkan shalat malam dan memperbanyak istighfar pada waktu dini hari. (QS. 51:18; 3:17)
Disamping itu ada banyak sekali cirinya digambarkan dalam Al Qur’an karena “Allahu yuhibbuh” Allah mencintai mereka. Karenanya mereka suka berbuat baik, berlaku adil, bersabar, bertawakal, bertobat, dan mencintai kesucian.
Kedemawanan adalah sifat yang ditunjukkan para wali Allah. Abdullah bin Umar saat bepergian ditemani oleh seseorang. Segala keperluan dan akomodasinya ditanggung oleh beliau. Bahkan beliau sendiri menjadi pelayanya. Padahal beliau adalah orang yang sangat terhormat pada masanya. (Kitab Tanbighul Mughtarriin,h. 89).
Sifat Dermawan
Merupakan sifat yang sangat dominan. Sifat sosial ini ditunjukkan kepada masyarakat sekitarnya. Sehingga tidk heran sabda Rasulullah saw menyebutkan bahwa syurga dicipta buat mereka yang yang loman sedangkan neraka tempatnya orang bakhil.
Dalam khazanah kitab-kitab kesufian menyebutkan bahwa sifat para ahli sufi adalah dermawan (as sakha). Alquran menyebutkan: “dan ereka mengutamakan orang lain lebih dari dirinya sendiri, walaupun mereka sendiri dalam kesulitan. (QS. 59:9).
Bahkan Allah memuji sifat mereka yang dermawan dalam firman-Nya: “Mereka memberikan makanan yang mereka sukai (QS. 78:8). Karenanya Allah mencela lawan dari sifat itu: “mereka akan dipasung dengan apa yang mereka bakhilkan itu pada hari kiamat. (QS. 3:10).
Fatkhul Barri menyebutkan bahwa sifat dermawan merupakan akhlaq yang terpuji. Sementara lawannya adalah bakhil. (Fatkhul Baari, Syarh S. Bukhori)
Dari Abi Hurairah ra. Rasulullah saw bersabda:
السَّخِيُّ قَرِيبٌ مِنْ اللَّهِ قَرِيبٌ مِنْ الْجَنَّةِ قَرِيبٌ مِنْ النَّاسِ بَعِيدٌ مِنْ النَّارِ وَالْبَخِيلُ بَعِيدٌ مِنْ اللَّهِ بَعِيدٌ مِنْ الْجَنَّةِ بَعِيدٌ مِنْ النَّاسِ قَرِيبٌ مِنْ النَّارِ وَلَجَاهِلٌ سَخِيٌّ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ مِنْ عَالِمٍ بَخِيلٍ ...
Seorang dermawan dekat dengan Allah, dengan syurga dan manusia dan jauh dari neraka. Sedangkan si bakhil, jauh dari Allah, dari syurga dan dari manusia serta dekat dengan neraka. Orang bodoh yang dermawan lebih dicintai Allah ketimbang orang alim yang bakhil. (Sunan Atturmudzi hadits ke-1884).
Siti Aisyah berkata: “Syurga tempatnya orang-orang dermawan sedangkan neraka tempatnya orang-orang bakhil (pelit).
Diriwayatkan dalam hadits ada orang arab datang meminta kambing kepada Nabi saw kemudian memberikannya sebanyak 40 ekor. Lalu kaum tersebut memberikan kabar kepada teman-temannya wahai temen2 ternyata Muhammad itu orang yang tidak takut fakir.
Suatu ketika ketika Imam Khusein ra menikah, disewalah para pengiring penganten sebanyak 100 wanita (jariyah) kemudian masing-masing wanita itu diberikan 1000 dirham setiap jariyah. Jadi orang yang mengiring itu mestinya diberi hadiah bukan yang mengiring yang menyumbang. (Tanbighul Mughtarrin)
Suatu hari Abu Bakroh memasuki Majlis kemudian ada orang yang berbuat kebaikan kepadanya dengan cara memberikan kesempatan duduk. Maka Abdullah memerintahkan kepada laki-laki itu mampir ke rumahnya. Kemudian laki-laki itu Diberikanlah laki-laki itu uang sebanyak 1000 dirham. (Tanbighul Mughtarrin)
Giving bukan Taking
Hidup mereka para dermawan ditegakkan justru lebih banyak giving (memberi) daripada taking (mengambil). Karena prinsip hidupnya dalam meletakkan kebahagiaan bukan pada kepemilikan hartanya. Juga bahagia bukan karena mengambil banyak, tapi memberilah yang dipentingkan. Allah berfirman siapa yang terjaga dari kebakhilan merekalah yang berbahagia. (QS. 59:9)
Tafsir Al Qurthubi mengutip pendapat Ibnu Mas’ud bahwa sifat yang tercantum pada QS. 59:9 sukho nafsih adalah orang yang memakan harta saudaranya dengan dholim. Sedangkan sejelek-jelek manusia adalah orang yang bakhil (pelit).
Ibnu Mas’ud membedakan sifat antara bakhil dan sakhi (pelit). Bakhil berarti ia bakhil dengan apa yang dimilikinya, sedangkan sakhi (kikir) adalah selain bakhil pada yang dimilikinya, iapun bakhil dengan apa yang dimiliki orang lain. Ia bahkan lebih suka jika yang miliki orang lain itu pindah pada dirinya dengan cara haram atau halal. Sifat bakhil ini sejelek-jelek akhlaq. (Tafsir Al Qurthubi)
Imam Ali putra Husain putra Ali bin Abi Thalib dan putra Fatimah putri Rasulullah saw. Rangkaian semuanya adalah keturunan yang mencitai kedemawanan. Suatu ketika Ali kw. Bertanya pada putranya, Husein, tentang sakhi (pelit) beliau berkata: “pelit ialah memandang apa yang kamu miliki sebagai kemuliaan sedangkan apa yang diinfakkan sebagai kecelaan. Kedermawanan kalau begitu adalah memandang harta yang engkau tahan sebagai kecelakaan dan harta yang kau berikan sebagai kemuliaan.
Pantas keturunannya, Ali Zainal Abidin, ayah Al Baqir, putra Husein malam-malam selalu beliau memanggul gandum dan membagikan kepada penduduk Madinah tanpa diketahui orang.
Siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung. (Attaghabun: 16)